Rabu, 03 Agustus 2016

[AUDIO] Akankah Engkau Lepas Hidayah yang Mahal Ini?

Berikut ini audio nasehat yang dibawakan oleh Al-Ustadz Muhammad Afifuddin hafizhahullah berjudul 'Akankah Engkau Lepas Hidayah yang Mahal Ini?' silahkan di unduh. Berisi penjelasan mengenai jenis-jenis hidayah, kiat-kiat meraih & mempertahankannya .






posted by Admin F.I.F

Senin, 01 Agustus 2016

Hidayah Itu Mahal

Hidayah Itu Mahal...
Pernahkah terpikirkan bahwa kita tengah berada dalam anugerah yang tiada ternilai dari Dzat yang memiliki kerajaan langit dan bumi, sementara begitu banyak orang yang dihalangi untuk memperolehnya?
Kita bisa tahu ajaran yang benar dari agama Islam ini. Tahu ini haq, itu batil… Ini tauhid, itu syirik…. Ini sunnah, itu bid’ah… Lalu kita dimudahkan untuk mengikuti yang haq dan meninggalkan yang batil. Sementara, banyak orang tidak mengerti mana yang benar dan mana yang sesat, atau ada yang tahu tapi tidak dimudahkan baginya untuk mengamalkan al-haq, malah ia gampang berbuat kebatilan.
Kita dapat berjalan mantap di bawah cahaya yang terang-benderang, sementara banyak orang yang tertatih meraba dalam kegelapan.

Kita tahu apa tujuan hidup kita dan kemana kita kan menuju. Sementara, ada orang-orang yang tidak tahu untuk apa sebenarnya mereka hidup. Bahkan kebanyakan mereka menganggap mereka hidup hanya untuk dunia, sekadar makan, minum, dan bersenang-senang di dalamnya.

Apa namanya semua yang kita miliki ini, wahai saudariku, kalau bukan anugerah terbesar, nikmat yang tiada ternilai? Inilah hidayah dan taufik dari Allah Ta'ala kepada jalan-Nya yang lurus.

Dalam Tanzil-Nya, Allah  Ta'ala berfirman:

“Allah memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.”
 (Al-Baqarah: 213)

Fadhilatusy Syaikh Al-’Allamah Muhammad ibnu Shalih Al-Utsaimin rohimahullah menerangkan dalam tafsirnya bahwa hidayah di sini maknanya adalah petunjuk dan taufik. Allah  Ta'ala berikan hidayah ini kepada orang yang pantas mendapatkannya, karena segala sesuatu yang dikaitkan dengan kehendak Allah Ta'ala maka mesti mengikuti hikmah-Nya. Siapa yang beroleh hidayah maka memang ia pantas mendapatkannya.
 (Tafsir Al-Qur’anil Karim, 3/31)

Fadhilatusy Syaikh Shalih ibnu Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah ketika menjelaskan ayat: beliau berkata, 

“Allah  Ta'ala tidak meletakkan hidayah di dalam hati kecuali kepada orang yang pantas mendapatkannya. Adapun orang yang tidak pantas memperolehnya, maka Allah Ta'ala mengharamkannya beroleh hidayah tersebut. Allah Yang Maha Mengetahui, Maha Memiliki hikmah, Maha Mulia lagi Maha Tinggi, tidak memberikan hidayah hati kepada setiap orang, namun hanya diberikannya kepada orang yang diketahui-Nya berhak mendapatkannya dan dia memang pantas. Sementara orang yang Dia ketahui tidak pantas beroleh hidayah dan tidak cocok, maka diharamkan dari hidayah tersebut.”

Asy-Syaikh yang mulia melanjutkan, 

“Di antara sebab terhalangnya seseorang dari beroleh hidayah adalah fanatik terhadap kebatilan dan semangat kesukuan, partai, golongan, dan semisalnya. Semua ini menjadi sebab seseorang tidak mendapatkan taufik dari Allah Ta'ala . Siapa yang kebenaran telah jelas baginya namun tidak menerimanya, ia akan dihukum dengan terhalang dari hidayah. Ia dihukum dengan penyimpangan dan kesesatan, dan setelah itu ia tidak dapat menerima al-haq lagi. Maka di sini ada hasungan kepada orang yang telah sampai al-haq kepadanya untuk bersegera menerimanya. Jangan sampai ia menundanya atau mau pikir-pikir dahulu, karena kalau ia menundanya maka ia memang pantas diharamkan/dihalangi dari hidayah tersebut. Allah Ta'ala berfirman:

“Maka tatkala mereka berpaling dari kebenaran, Allah memalingkan hati-hati mereka.” (Ash-Shaf: 5)
“Dan begitu pula Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur’an) pada awal kalinya dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.” (Al-An’am: 110) 
[I’anatul Mustafid bi Syarhi Kitabit Tauhid, 1/357]

Perlu engkau ketahui, hidayah itu ada dua macam:

1. Hidayah yang bisa diberikan oleh makhluk, baik dari kalangan para nabi dan rasul, para da’i atau selain mereka. Ini dinamakan hidayah irsyad (bimbingan), dakwah dan bayan (keterangan). Hidayah inilah yang disebutkan dalam ayat:

“Sesungguhnya engkau (ya Muhammad) benar-benar memberi hidayah/petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Asy-Syura: 52)

2. Hidayah yang hanya bisa diberikan oleh Allah Ta'ala tidak selain-Nya. Ini dinamakan hidayah taufik. Hidayah inilah yang ditiadakan pada diri Rasulullah n, terlebih selain beliau, dalam ayat:

“Sesungguhnya engkau (ya Muhammad) tidak dapat memberi hidayah/petunjuk kepada orang yang engkau cintai, akan tetapi Allah lah yang memberi hidayah kepada siapa yang Dia kehendaki.” (Al-Qashash: 56)

Yang namanya manusia, baik ia da’i atau selainnya, hanya dapat membuka jalan di hadapan sesamanya. Ia memberikan penerangan dan bimbingan kepada mereka, mengajari mereka mana yang benar, mana yang salah. Adapun memasukkan orang lain ke dalam hidayah dan memasukkan iman ke dalam hati, maka tak ada seorang pun yang kuasa melakukannya, karena ini hak Allah Ta'ala semata.
(Al-Qaulul Mufid Syarhu Kitabit Tauhid, Ibnu Utsaimin, sebagaimana dinukil dalam Majmu’ Fatawa wa Rasa’il beliau, 9/340-341)

Saudariku, bersyukurlah kepada Allah Ta'ala ketika engkau dapati dirimu termasuk orang yang dipilih-Nya untuk mendapatkan dua hidayah yang tersebut di atas. Karena berapa banyak orang yang telah sampai kepadanya hidayah irsyad, telah sampai padanya dakwah, telah sampai padanya al-haq, namun ia tidak dapat mengikutinya karena terhalang dari hidayah taufik. Sementara dirimu, ketika tahu al-haq dari al-batil, segera engkau pegang erat yang haq tersebut dan engkau empaskan kebatilan sejauh mungkin. Berarti hidayah taufik dari Rabbul Izzah menyertaimu. Tinggal sekarang, hidayah itu harus engkau jaga, karena ia sangat bernilai dan sangat penting bagi kehidupan kita. Ia harus menyertai kita bila ingin selamat di dunia, terlebih di akhirat. Bagaimana tidak? Sementara kita di setiap rakaat dalam shalat diperintah untuk memohon kepada Allah  Ta'ala hidayah kepada jalan yang lurus.

“Tunjukilah (berilah hidayah) kami kepada jalan yang lurus.” (Al-Fatihah: 6)

Bila timbul pertanyaan, bagaimana seorang mukmin meminta hidayah di setiap waktu shalatnya dan di luar shalatnya, sementara mukmin berarti ia telah beroleh hidayah? Bukankah dengan begitu berarti ia telah meminta apa yang sudah ada pada dirinya?

Al-Hafizh Ibnu Katsir rohimahullah memberikan jawabannya:

Allah Ta'ala membimbing hamba-hamba-Nya untuk meminta hidayah, karena setiap insan membutuhkannya siang dan malam. Seorang hamba butuh kepada Allah Ta'ala  setiap saat untuk mengokohkannya di atas hidayah, agar hidayah itu bertambah dan terus-menerus dimilikinya. 

Karena seorang hamba tidak dapat memberikan kemanfaatan dan tidak dapat menolak kemudaratan dari dirinya, kecuali apa yang Allah Ta'ala kehendaki. Allah  Ta'ala pun membimbing si hamba agar di setiap waktu memohon kepada-Nya pertolongan, kekokohan, dan taufik. Orang yang bahagia adalah orang yang diberi taufik oleh Allah k untuk memohon hidayah, karena Allah  Ta'ala telah memberikan jaminan untuk mengabulkan permintaan orang yang berdoa kepada-Nya di sepanjang malam dan di pengujung siang. Terlebih lagi bila si hamba dalam kondisi terjepit dan sangat membutuhkan bantuan-Nya. Ini sebanding dengan firman-Nya:

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya…” (An-Nisa’: 136)

Dalam ayat ini, Allah  Ta'ala memerintahkan orang-orang yang telah beriman agar tetap beriman. Ini bukanlah perintah untuk melakukan sesuatu yang belum ada, karena yang dimaukan dengan perintah beriman di sini adalah hasungan agar tetap tsabat (kokoh), terus-menerus dan tidak berhenti melakukan amalan-amalan yang dapat membantu seseorang agar terus di atas keimanan. Wallahu a’lam. (Tafsir Al-Qur’anil ‘Azhim, 1/38)

Berbahagialah dengan hidayah yang Allah Ta'ala berikan kepadamu dan jangan biarkan hidayah itu berlalu darimu. Mintalah selalu kekokohan dan keistiqamahan di atas iman kepada Dzat Yang Maha Mengabulkan doa. 

Teruslah mempelajari agama Allah Ta'ala. Hadirilah selalu majelis ilmu. Dekatlah dengan ulama, cintai mereka karena Allah Ta'ala . Bergaullah dengan orang-orang shalih dan jauhi orang-orang jahat yang dapat merancukan pemahaman agamamu serta membuatmu terpikat dengan dunia. Semua ini sepantasnya engkau lakukan dalam upaya menjaga hidayah yang Allah Ta'ala anugerahkan kepadamu. Satu lagi yang penting, jangan engkau jual agamamu karena menginginkan dunia, karena ingin harta, tahta, dan karena cinta kepada lawan jenis. Sekali-kali janganlah engkau kembali ke belakang. Kembali kepada masa lalu yang suram karena jauh dari hidayah dan bimbingan agama. Ingatlah:

“Maka tidak ada sesudah kebenaran itu melainkan kesesatan.” (Yunus: 32)

Kata Al-Imam Al-’Allamah Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi rohimahullah , “Kebenaran dan kesesatan itu tidak ada perantara antara keduanya. Maka, siapa yang luput dari kebenaran mesti ia jatuh dalam kesesatan.” (Mahasinut Ta’wil, 6/24)

Lalu apa persangkaanmu dengan orang yang tahu kebenaran dari kebatilan, semula ia berjalan di atas kebenaran tersebut, berada di dalam hidayah, namun kemudian ia futur (patah semangat, tidak menetapi kebenaran lagi, red.) dan lisan halnya mengatakan ‘selamat tinggal kebenaran’? Wallahul Musta’an. Sungguh setan telah berhasil menipu dan mengempaskannya ke jurang yang sangat dalam.

Ya Allah, wahai Dzat Yang Membolak-balikkan hati tetapkanlah hati kami di atas agama-Mu, di atas ketaatan kepada-Mu. Amin ya Rabbal ‘alamin ….
Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber:
(ditulis oleh: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah dengan beberapa revisi admin F I F)
Nov 19, 2011 | Asy Syariah Edisi 050 |

Sabtu, 30 Juli 2016

MUQODDIMAH

Penyakit F L U [Futur, Lesu, Uzlah] dan Obatnya

Konspirasi dan gangguan setan dalam menggoda manusia agar bermaksiat kepada Allah Ta’ala tidak akan pernah berhenti hingga hari Kiamat datang. Iman kita, yang kadang naik (yazid) karena taat pada Allah Ta’ala dan kadang turun (yanqush) karena maksiat kepada-Nya, akan terjadi pula. Manusia bukanlah seperti malaikat yang bersih dari kesalahan, dosa, kekurangan, rasa capek, futur, lesu, dan lain-lainnya. Namun disebut manusia karena terus-menerus banyak dosa, artinya manusia adalah tempat salah dan lupa. Setiap anak Bani adam pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang mau bertobat.

Anda terkena sakit flu? Biasanya apabila kita banyak melakukan aktivitas tetapi tidak disertai istirahat dan makanan yang menunjang serta kondisi cuaca yang tidak bersahabat dapat membuat seseorang akan mudah mendapatkan penyakit FLU tersebut. Untuk mengobati penyakit tersebut biasanya dokter akan menganjurkan minum obat dan istirahat yang cukup. 

Lalu bagaimana bila saudara kita (baik itu sebagai seorang pencari ilmu, dai atau ustadz ) terkena FLU (Futur, Lesu, Uzlah)? Jawabannya tidak jauh berbeda dengan seorang yang terkena penyakit flu. Lesu (loyo dan lemah) akan menjadi tingkat yang paling berbahaya dalam kondisi futur bagi seorang aktivis dakwah, karena apabila seorang sudah mengalami kelesuan biasanya lebih suka untuk Uzlah (mengasingkan diri dari teman dan masyarakat atau hidup menyendiri). Uzlah bisa dijadikan alasan seorang aktivis karena lebih merasakan manisnya nilai ruhiyah daripada berdakwah ke masyarakat. Ada pula yang beralasan bahwa dengan bergaul dengan manusia dapat menganggu konsentrasi beribadah dengan melupakan pengertian ibadah yang sebenarnya.

Dalam kesempatan ini, kami akan membahas secara singkat tentang” Penyakit F L U [Futur, Lesu, Uzlah] dan Solusinya ((bagian pertama dulu (futur))”.  Agar mudah dipahami dan dicerna oleh pembaca yang kami cintai, maka pembahasannya akan kami tulis secara singkat, sistematis dan teratur.

Pengertian Penyakit F L U Pertama yaitu ( Futur )

Futur secara bahasa dimuat dalam kamus bahasa Arab Lisanul Arab yang ditulis oleh Ibnu Mandhur  jilid 5:43, futur berarti “diam setelah giat, dan lemah setelah semangat”. 
Secara bahasa juga Futur berarti menunjuk kepada adanya suatu perubahan dari kondisi semangat, kencang, kuat, panas, tajam dan semacamnya, menuju kondisi kebalikannya yaitu putus, berhenti yang sebelumnya rajin dan terus bergerak.

Futur secara istilah adalah satu penyakit yang sering menyerang sebagian ahli ibadah, para da'i dan penuntut ilmu. Sehingga menjadi lemah dan malas, bahkan terkadang berhenti sama sekali dari melakukan aktivitas kebaikan, misalnya futur dalam menuntut ilmu syar'i, futur dalam aktivitas dakwah, futur dalam beribadah kepada Allah dan lainnya. 

Futur merupakan salah satu penyakit yang kerapkali kita jumpai pada para aktivis dakwah dan tarbiyah. Dalam kadar yang normal seorang dai’ bisa saja mengalami kondisi seperti ini. Namun menjadi berbahaya bila keadaan ini terus berlarut-larut tanpa ada usaha dari individu yang bersangkutan untuk terus memperbarui iman dan semangatnya. Futur yang terus terjadi tanpa ada usaha untuk meperbaiki diri dapat mengarahkan seorang dai’ pada insilakh (keluar) dari jamaah  dakwah. Futur adalah suatu penyakit yang dapat menimpa sebagian aktifis, bahkan menimpa mereka secara praktis (dalam bentuk perbuatan).

Tingkatan futur  paling rendah adalah kemalasan, menunda-nunda atau berlambat-lambat. Sedangkan puncaknya bila sudah kronis dan menahun adalah terputus atau berhenti sama sekali setelah sebelumnya rajin dan terus bergerak.


Allah berfirman :

وَلَهُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ عِندَهُ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَلَا يَسْتَحْسِرُونَ(19) يُسَبِّحُونَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لَا يَفْتُرُونَ (20).
“Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” (QS. Al-Anbiya : 19-20)”.

Menurut Imam Thabari dalam tafsirnya pengertian “Laa yahturuun:” dalam ayat di atas ialah : para malaikat tidak kenal letih dan tanpa rasa bosan (Tafsir at-Thabari, 17/12).

Sekali lagi penulis mengatakan bahwa manusia bukanlah malaikat dan seperti malaikat. Namun sebagai hamba Alloh yang beriman tidak ada salahnya manusia mencontoh akhlak para malaikat yang senantiasa taat pada Allah, tidak bermaksiat dan selalu melaksanakan apa yang diperintahkan, ini sesuai QS. At Tahrim : 4.

Ketika membahas kisah Zainab yang meletakkan seutas tali untuk dapat digunakan sebagai tempat bergantung jika datang masa futurnya. Ibnu hajar mengungkapkan arti futur dalam kalimat tersebut adalah : rasa malas untuk berdiri melaksanakan shalat (kitab Fath Al-Bari, 3/36).

Sejalan dengan pengertian diatas, Abdullah bin Mas’ud rodyallohu 'anhu. Pernah meratap tatkala menderita suatu penyakit pada akhir hayatnya, beliau berujar, “sesungguhnya aku menangis, lantaran diriku di serang penyakit ini pada saat futur. Dan bukan pada saat ijtihad (giat).” Menurut Ibnu Al-Atsir, pengertian futur dalam hal ini adalah : semua keadaan diam, menyedikitnya porsi beribadah dan mengurangnya semangat (An-Nihayah fi Gharib Al-Hadist, karya Ibnu Al-Atsir, 3/408).

Manusiawi itu rasa semangatnya kadang naik kadang turun. Para sahabatpun yang terkenal akan ketulusan dan semangatnya dalam berdakwah pernah mengadu pada Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam mengenai keadaan mereka yang apabila berada dekat dengan Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam, mereka merasakan keimanan dan semangat yang tinggi, ibadah dan amaliah mereka sangat berkualitas. Tapi ketika mereka tidak sedang bersama lagi mereka kembali lemah, malas dan tidak bersemangat. 

Mengenai hal ini Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Iman itu kadang naik kadang turun, maka dari itu perbaikilah dengan kalimat Laa Ilaha illa Allah.”


Fenomena Penyakit FLU (Futur Lesu Uzlah )

Fenomena ‘futur’, sebenarnya masalah yang pasti hadir tanpa ada seorang pun yang dapat mengelak dirinya. Sebagaimana tersirat dalam sinyalemen Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam kepada Abdullah bin Amr bin Ash rodyallohu 'anh:

“Wahai Abdullah, janganlah engkau seperti fulan, sebelum ini ia rajin bangun pada malam hari (shalat tahajjud), namun kemudian ia tinggalkan sama sekali.”
(HR. Bukhori, dalam kitab Fath Al Bari, no: 1152, 3/37).

Seorang da’i, sekalipun ia akan mengalami masa-masa futur, namun saat-saat itu bak saat “turun minumnya” seorang prajurit yang berada di medan laga, dimana setelah itu ia akan kembali terjun berjuang dan berjihad. Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda pada sebuah riwayat dari Abdullah bin Amr rodyallohu anh
yang berbunyi:

إِنَّ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةً وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ فَمَنْ كَانَتْ شِرَّتُهُ إِلَى سُنَّتِي فَقَدْ أَفْلَحَ وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ

“Setiap amal itu ada masa semangat dan masa lemahnya. Barangsiapa yang pada masa lemahnya ia tetap dalam sunnah (petunjuk) ku, maka dia telah beruntung. Namun barang siapa yang beralih keadaan selain itu, berarti dia telah celaka.” (Musnad Imam Ahmad, 2/158-188. dan ada pula hadist yang sejalan maknanya dari Abu Hurairah, pada kitab Shahih Al-Jami’ As-Shaghir, no. 2147)

Syaikh Islam Ibnu Al-Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah berkata,”saat-saat futur bagi seorang yang beramal adalah hal wajar yang harus terjadi. Seseorang masa fuurnya lebih membawa ke arah muraqabah (pengawasa oleh Allah) dan pembenahan langkah, selama ia tidak keluar dari amal-amal fardhu, dan tidak melaksanakan sesuatu yang diharamkan oleh Allah Ta'ala, diharapkan ketika pulih ia akan berada dalam kondisi yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Sekalipun sebenarnya, aktivitas ibadah yang disukai Allah adalah yang dilakukan secara rutin oleh seorang hamba tanpa terputus.”
(Madarij As-Salikin, 3/126) 

“Amal agama yang paling disenangi Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam adalah yang dikerjakan secara terus-menerus oleh pelakunya.” Al-Bukhori, no. 43. lihat kitab fath al-Bari, 1/101).

 Dalam riwayat lain “yang dilakukan secara rutin meskipun hanya sedikit”(Muttafaq 'Alaih).

Amal yang kontinyu lebih disukai karena dua sebab: pertama, bahwa orang yang meninggalkan suau amal setelah ia melaksanakan adalah laksana orang yang berbalik pulang setelah sampa ke tujuan. Kedua, sikap terus menerus melakukan sesuatu kebaikan adalah tuntutan suatu pengabdian. Sebagaimana seorang yang bertugas menjaga sebuah gerbang, tidak sama antara mereka yang bertugas menjaganya setiap hari dan setiap saat dengan orang yang hanya menjaganya satu hari penuh kemudian ia pergi.
(Fath  Al-Bari, 1/103).

Penyakit FLU (Futur Lesu dan Uzlah ) ini menimpa sebagian thalabatul ilmi /muta’allim (pencari ilmu), mua’allim/ustadz, da’i, da’iyah, dan seterusnya.

Adanya beberapa kasus tentang saudara-saudara kita, yang sebelumnya sangat aktif di dalam dakwah kemudian tiba-tiba enggan untuk aktif kembali, ada juga yang hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban sebagai mutarobbi (yang dibimbing) di majlis taklim dengan prinsip asal Murobbi (Pembimbing) senang atau asal tidak tercatat sebagai anggota yang tidak aktif, dia rela memilih berbuat FLU. 

Nastaghfirollahal Adhim (Kami mohon istighfar pada Alloh Yang Maha Besar).

Sedikit fenomena di atas, hendaknya menjadi pelajaran dan ibroh buat kiat, ternyata memang penyakit Futur menurut Ibnu al Qayyim penyakit yang wajar menimpa manusia umumnya, wabil khusus (dan khususnya para da’i dan ustadz). Sahabat Rasulullah saja bisa futur, bagaimana kita? Bedanya apa dengan kita?. Ohh jauh sekali, manakala sahabat futur, mudah pulih kembali kepada ketaatan dan tetap di atas Sunnah. Tapi beda dengan kebanyakan kita, terlalu lama sembuh futurnya, kadang-kadang ngambek tidak mau mengembalikan stamina imannya, kadang-kadang susah menghilangkan kekecewaan dan sindiran teman-temannya. 

Ketahuilah wahai saudaraku, teman-teman kita adalah saudara kita, dia kadang ada yang menguatkan atau bahkan kadang ada yang melemahkan (dalam tanda petik) dan atau mungkin ada yang ingin menyampaikan nasehat, maksudnya baik namun nadanya kadang tak sengaja terucap dari lesannya ada sindiriran. 

Berhusnudhonlah pada teman-teman kita, mereka sebenarnya niatnya baik, namun bahasanya mungkin salah, lupa, dst. Hendaknya kita dalam belajar, beramal dan beriqomatuddin dengan ikhlas dan istiqomah, jadikanlah Alloh sebagai Allohu Ash Shomad (Alloh adalah Rob yang bergantung kepada-Nya segala perintah). Dengan demikian semoga kita tak terhinggapi penyakit futur.


Penyebab Penyakit FLU (Futur Lesu Uzlah)

Penyebab futur itu banyak sekali tertulis dalam kitab-kitab dan buku. Karena terbatasnya tempat penulis membatasi dan menyebutkannya yang dipandang paling urgen. Hal yang sering menjadi penyebab seseorang muslim, muta’allim dan khususnya dai’ menjadi futur, secara garis besar antara lain adalah kurang ikhlas beramal, ruhiyah yang kering, kecewa dan sakit hati dan lemahnya komitmen. Berikut ini penjelasan mengenai hal-hal tersebut:

1. Kurang ikhlas beramal. Orang yang kurang ikhlas beramal, oreintasi amalnya bukan murni karena Allah Ta’ala, tapi ada sisi lain yang ia kehendaki dari amalnya tersebut, namun tidak tercapai hingga membuat dirinya terkadang futur dari amal atau enggan beramal.

2. Ruhiyah yang kering. Kekuatan ruhiyah merupakan kekuatan dasar yang harus dimiliki oleh seorang muslim dan da’i dalam rangka mendaki ke puncak spiritual yang tinggi di hadapan Allah Ta’ala. Kekuatan ruhiyah dinilai dari sejauh mana kedekatan kita dengan Allah Ta’ala. Sumber kekuatan ruhiyah ini hanya dapat diperoleh dengan melakukan ibadah-ibadah sunnah disamping ibadah wajib seperti qiyamullail, tilawah, shoum sunnah, infaq dan shodaqoh, dll. Sebagai seorang muslim yang memberi nasehat dan petuah serta seorang da’i ideal jangan lupa diri. Bila dia sering melupakan dirinya tuk menyuburkan ruhiyyahnya dengan hal-hal di atas, maka ia keadaannya seperti lilin yang selalu berusaha menerangi sekitarnya namun lambat laun lilin tersebut lama kelamaan meleleh dan akhirnya habis tidak bisa lagi mengeluarkan cahaya dan penerangan bagi sekitarnya. Atau sebagaimana pernah disinggung oleh Ibnu al Qayyim bahwa apabila da’i atau ustadz itu lupa pada dirinya sendiri  maka keadaan ia seperti seorang yang sering memberi nasehat padahal dalam dirinya/dibalik bajunya ia digigit kalajengking namun ia tidak terasa.

3. Kecewa dan sakit hati. Kekecewaan terhadap teman-teman, jama’ah dakwah, yayasan dakwah, janganlah membuat seorang muslim ideal/pencari ilmu/ da’i/ustadz berhenti beramal, berhenti berdakwah, futur, lesu dan uzlah dari manusia. Anjing menggonggong kafilah berlalu, tetaplah berjuang dan iqomatuddin di medan dakwah dan medan juang. Karena muslim yang ideal paham hanya mengharapkan upah dari Allah Ta’ala bukan dari manusia. Hingga membuatnya tetap ikhlas dan istiqomah walau badai, ujian dan makian menghampirinya. Belajarlah akhlak dari Imam Ahmad dan Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah yang telah menghalalkan dirinya dihina, dighibah dan dimaki. Bila agama Allah dan syareat Islam yang dihina, maka mereka berdua akan berada dalam barisan terdepan dalam membela kebenaran. Subhanallohu, luaaaaar biasaaaa. Yang harus dipahami disini bahwa manusia, ustadz, da’I dan jamaah dakwah apapun  bukan jamaah malaikat, sehingga kekecewaan yang terjadi dan yang kita alami jangan sampai membuat kita hilang semangat, future dan loyo dalam berdakwah sehingga akhirnya memutuskan untuk meninggalkan dakwah Islam yang mulia ini. Allohu Akbar…Allohu Akbar…Allohu Akbar.

4. Lemahnya komitmen. Lemahnya komitmen seorang muslim/da’i terhadap nilai-nilai syareat Islam membuat jiwanya futur, loyo, lesu dalam menegakkan panji-panji Islam di muka bumi ini. Seorang muslim atau da’i lah yang membutuhkan Islam dan dakwah, bukan sebaliknya Islam dan dakwah membutuhkan dia. Lemahnya komitmen ini disebabkan karena faktor –faktor dunia yang membelitnya dan karena mengikuti hawa nafsunya atau terkena fitnah syubhat dan fitnah syahwat.



Solusi Mengatasi Penyakit FLU (Futur Lesu Uzlah)

Futur yang terjadi kebanyakan berpangkal dari keringnya iman dan ruhiyah, sehingga langkah utama dalam mengatasi hal ini utamanya harus memperhatikan rekonstruksi iman dan ruhiyah. Rekonstruksi iman amatlah penting bagi seorang dai’, karena kerapkali para dai’ sibuk dalam mengerjakan aktivitas dakwah, atau mencurahkan segala tenaganya untuk aktivitas Islam, namun lalai dalam mengurusi hati dan memberikan perhatian penuh kepadanya. Padahal seorang dai’ berdakwah dengan hatinya, bukanlah dengan organ tubuh yang lain. Kalaupun organ tubuh yang lain berbuat kebaikan maka itu karena kebaikan hati dan semangatnya kepada kebaikan”. Pertanyaannya bagaimana memperbarui iman? Beliau berkata jawabnya ada beberapa metode yang bisa kita lakukan untuk merekonstruksi iman antara lain adalah:


1. Mengikhlaskan niat dalam segala amal-amal sholeh kita hanya untuk Alloh Ta’ala saja, bukan untuk makhluknya . Ikhlas dalam beramal merupakan sebuah kekuatan yang luar biasa, kekuatan yang melebihi segalanya hingga meruntuhkan rasa takut terhadap ancaman manusia, mereka yang ikhlas lebih takut terhadap ancaman Allah Ta'ala, ancaman apabila catatan amal perbuatan yang buruk akan diberikan dari punggungnya atau lewat tangan kirinya. Mereka lebih takut terhadap ancaman tersebut daripada ancaman yang keluar dari seorang manusia. Motivasi diri itu tumbuh dari kesadaran akan tujuan utama, daya gerak akan keluar dengan kekuatan yang luar biasa. Bandingkan dengan orang yang bekerja atas dasar motivasi Allah semata dengan orang yang bekerja atas dasar takut akan ancaman terhadap manusia, manakah yang akan bergerak secara terus menerus dan mempunyai kekuatan yang luar biasa?.

2. Membaca siroh generasi salaf. Membaca siroh generasi salaf dapat memotivasi kita untuk mengikuti amal-amal mereka.

3. Menyendiri dengan diri sendiri. Berkhalwat (menyendiri) dapat memberikan kesempatan para dai’ untuk menginstropeksi seluruh amalan dakwah yang telah dilakukan
.
4. Mengerjakan pekerjaan sederhana. Mengerjakan pekerjaan-pekerjaan sederhana dalam dakwah dapat melatih kerendahan hati dan mengikis kesombongan. Hal itu dapat dilakukan dengan syarat tiadak mengorbankan pekerjaan-pekerjaan besar yang lebih penting.

5. Ziarah kubur. Tentang hal ini Rasulullah bersabda: “Ziarahi kuburan, sebab kuburan mengingatkan kalian pada kematian.” (HR.Muslim, An Nasai, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-Hakim).

6. Mengunjungi atau berkumpul dengan orang-orang soleh. Berkumpul dengan orang soleh, meminta nasihat kepada mereka dapat membantu kita dalam merekonstruksi iman. Inilah hikmah betapa pentingnya hidup berjamaah, dimana ada nuansa taushiyah-mentaushiyahi antar aktivis dakwah.

7. Ingatlah hari-hari Allah. Ingatlah hari-hari dimana Allah Ta'ala menolong penolong agamanya. Hal itu akan menyadarkan kita betapa dekatnya kemenagan dan kebangkitan Islam. Alloh berfirman, “Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikutnya yang bertakwa. mereka tidak menjadi lemah Karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (QS. Ali Imron:146)

Penulis mengajak diri sendiri dan saudara seiman semua, mari kita hilangkan futur dalam diri kita dengan segera mungkin. Bila belum bisa hilang mari kita coba berkali-kali hingga hilang dari diri kita. Bila muncul lagi, mari kita perangi lagi. Bila muncul-muncul terus, mari kita tepiskan terus. Ingatah, bahwa iman yazid wa yankhush ( bertambah dan berkurang). Bila yanqush dan futur lagi obatilah dengan azzam yang kuat tuk beramal sholeh dan istiqomalah melakukan ketaatan, karena istiqomah di atas kebenaran merupakan karomah yang paling mulia bagi seorang hamba yang beriman. Waspada, waspada dan waspadalah terhadap penyakit futur ini, yang kan selalu menghampiri saudara, kapan dan di manapun saudara berada.

Wallohul Muwaffiq
AbuHanif AlKandary

Dehidrasi Iman & Amal

Futur adalah penyakit yang bisa menyerang siapa saja. Hakikat futur adalah dehidrasi iman dan amal, yaitu virus yang menyerang motivasi seseorang sehingga menyebabkan turunnya kualitas atau melemahnya frekuensi iman dan amal. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah mengisyaratkan bahwa setiap amalan sangat rentan terserang penyakit futur, diantara adalah sabda beliau:

إِنَّ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةً وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ فَمَنْ كَانَتْ شِرَّتُهُ إِلَى سُنَّتِي فَقَدْ أَفْلَحَ وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ

“Setiap amalan pasti ada gairahnya dan setiap gairah pasti mengalami penurunan (futur), barangsiapa penuruannya kepada sunnah maka ia telah beruntung dan barangsiapa penurunannya kepada bid’ah maka ia telah binasa.” (Hadits riwayat Ahmad)

Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّيْنَ إِلاَّ غَلَبَهُ

“Sesungguhnya agama ini sangat mudah. Dan tiada seseorang yang mencoba mempersulit diri dalam agama ini melainkan ia pasti kalah.” (Hadits riwayat Al-Bukhaari)

dan dalam hadits lainnya beliau mengatakan:

سَدِّدُوْا، وَقَارِبُوْا، وَاغْدُوْا وَرُوْحُوْا، وَشَيءٌ مِنَ الدُّلْجَةِ؛ القَصْدَ القَصْدَ تَبْلُغُوْا

“Sederhanalah dalam beramal, mendekatlah pada kesempurnaan, pergunakanlah waktu pagi dan sore serta sedikit dari waktu malam. Bersahajalah, niscaya kalian akan sampai tujuan.” (Hadits riwayat Al-Bukhaari)

Ibnu Hajar menukil perkataan Ibnul Munayyir dalam Fathul Baari sebagai berikut; Ibnul Munayyir berkata: Hadits ini termasuk salah satu mukjizat nabi. Kita semua sama-sama menyaksikan bahwa setiap orang yang kelewat batas dalam agama pasti akan terputus. Maksudnya bukan tidak boleh mengejar ibadah yang lebih sempurna, sebab hal itu termasuk perkara yang terpuji. Perkara yang dilarang di sini adalah berlebih-lebihan yang membuat jemu atau kelewat batas dalam mengerjakan amalan sunnat hingga berakibat terbengkalainya perkara yang lebih afdhal. Atau mengulur kewajiban hingga keluar waktu. Misalnya orang yang shalat tahajjud semalam suntuk lalu tertidur sampai akhir malam sehingga terluput shalat Subuh berjama’ah, atau sampai keluar dari waktu yang afdhal atau sampai terbit matahari sehingga keluar dari batasan waktunya. Dalam hadits Mihzan bin Al-Adra’ yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad disebutkan:

إِنَّكُمْ لَنْ تَنَالُوْا هَذَا الأَمْرَ بِالمُغَالَبَةِ، وَخَيْرَ دِيْنِكُمْ اليُسْرَةُ

“Kalian tidak akan dapat melaksanakan dien ini dengan memaksakan diri. Sebaik-baik urusan agamamu adalah yang mudah.”

Dari pernyataan ini dapat dipetik kaedah wajibnya mengambil rukhshah (dispensasi) syariat. Melaksanakan azimah (ketentuan asal) pada saat diberikannya dispensasi merupakan bentuk memaksakan diri. Misalnya orang yang tidak bertayammum tatkala ia tidak mampu menggunakan air, sehingga karena memaksakan diri menggunakan air ia mendapat mudharat.”

Dalam hadits lain dari Abdullah bin Mas’ud Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

هَلَكَ المُتَنَطِّعُوْنَ

“Binasalah orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Hadits riwayat Muslim)

Melalui hadits di atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kepada umat manusia bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kesederhanaan dan keseimbangan dalam ucapan dan perbuatan. Sikap yang keluar dari batas-batas keseimbangan dan berlebih-lebihan akan memudharatkan pelakunya. Ia akan terhenti di tengah jalan. Sebab, sikap tersebut akan membuatnya jenuh dan bosan. Dan dapat menyebabkan ia mengabaikan kewajiban yang lebih utama atau tertunda melaksanakannya. Misalnya, seorang yang shalat tahajjud sepanjang malam, lalu tertidur pada akhir malam sehingga melewati waktu Subuh atau minimal ia terluput mengerjakan shalat Subuh berjamaa’ah di masjid.
Sebagai contoh makruh hukumnya meninggalkan shalat malam bagi yang sudah biasa mengerjakannya. Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash Radhiyallahu anhuma ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku:

يَا عَبْدَاللَّهِ لَا تَكُنْ مِثْلَ فُلَانٍ كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ

“Hai Abdullah, janganlah seperti si Fulan, dahulu ia rajin mengerjakan shalat malam kemudian ia meninggalkannya.” (Hadits riwayat Al-Bukhaari (1152) dan Muslim (1159).)

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Baari (III/38): “Dapat diambil istimbath hukum dari hadits ini makruhnya memutus ibadah yang rutin dikerjakan meskipun ibadah itu tidak wajib.”

Banyak sekali ditemukan kasus-kasus futur di tengah kaum muslimin namun sangat sedikit diantara mereka yang menyadarinya. Pasalnya, masalah ini memang jarang dibicarakan. Maka dari itu dalam kesempatan singkat ini kita mencoba membahas tentang penyakit futur dan sebab-sebabnya serta cara-cara mengatasinya:

Bagaimanakah penyakit futur bisa menulari kita?

Ghurur dan gila popularitas atau kebalikannya

Ghurur adalah takjub dengan kehebatan diri sendiri, merasa paling hebat dan paling tinggi dari orang lain. Ini adalah penyakit, disamping itu merupakan jalan masuk bagi sifat sombong. Hakikat sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.

Sebab ghurur:

1.Pujian dan sanjungan.
2.Suka melihat dan mendengar kesalahan orang lain.

Pengobatan penyakit ghurur:


  1. meminta bimbingan ulama dan orang shalih.
  2. Menerima nasihat.
  3. Senantiasa tawaadhu’ dan berbaik sangka terhadap orang lain.
  4. Menyorot diri sendiri sebelum menyorot orang lain.
  5. Memohon kepada Allah.
  6. Menyadari kelemahan dan kekurangan diri.


Dua penyakit akut:

Berhujjah dengan kesalahan orang lain dan mengikuti zallah (ketergelinciran) seorang alim.
Semut di seberang lautan dapat terlihat, gajah di depan mata tak kelihatan.

Melalaikan nawaafil (amalan-amalan sunnat) dan menganggap remeh perkara-perkara makruh


Pengobatannya:

Awas, satu hilang dua terbilang!


Menguatkan azam dan menjauhi sikap tafrith (anggap enteng)


Menguatkan cinta kepada Allah dan benar-benar memohon dan meminta inayah


kepada-Nya.


Mujahadah dan mushaabarah.

Banyak bergaul dan berkumpul dengan pelaku maksiat dan mendekati atau mendatangi tempat-tempat fitnah
Pengaruh lingkungan, alam ghaib dan alam nyata.
Pengaruh teman dan pergaulan.

Bithaanah khair dan bithaanah suu’.
 Bithaanah artinya adalah teman kepercayaan dan tempat bertukar pikiran.
Bagaimana mengatasinya?
Sediakanlah waktu untuk muhasabah dan menyendiri (uzlah)
Tidak membuka front dan kontroversi serta menjauhi majelis jidal (debat kusir)
Kemandirian
Antara Ishraar dan Tark

Ishraar adalah mempertahankan perbuatan dosa dan kesalahan, dan tark adalah melalaikan kewajiban dan hal-hal yang dianjurkan.
Meluruskan tabiat dan kebiasaan (ala bisa karena biasa)
Jangan menganggap kecil dosa kecil dan jangan menganggap remeh amal kebaikan walaupun sedikit
Membiasakan diri taubat setiap saat
Tidak punya tujuan dan arah hidup yang jelas

Solusinya: 
Menetapkan tujuan
Tidak tergesa-gesa memetik hasil
Selalu mengaitkan diri dengan akhirat
Adanya intervensi dam tekanan-tekanan pihak luar

Tekanan kedua orang tua
Tekanan keluarga (suami/istri dan anak-anak)
Tekanan atasan
Tekanan jiran tetangga
Tekanan pihak penguasa

Bagaimanakah mengatasi tekanan-tekanan tersebut?

Jangan taat kepada siapapun dalam perkara maksiat terhadap Allah!
Sabar menghadapi gangguan berupa ejekan dan cemoohan
Jangan korbankan akhirat karena menjaga kepentingan dunia
Ihtisaab, pahala akhirat lebih baik dan lebih kekal
Jangan buka tawar menawar dalam urusan agamamu!
Jadilah contoh yang baik bagi orang lain
Melepas sebagian dari hak-hak pribadimu
Menjauhi lingkungan yang penuh keimanan (majelis-majelis ilmu dan sejenisnya) dan menjauhi pergaulan dengan orang-orang shalih dalam waktu yang lama.

Tenggelam dan larut dalam urusan dunia sehingga menjadi budak dunia

Terapi pengobatannya:

Tidak terpesona dengan gemerlap dunia, ambil ibrah dari kisah Qarun.
Ambillah bagian dari dunia sekadar untuk menutupi kebutuhanmu.
Mengidam-idamkan pahala akhirat.
Jadilah engkau di dunia seperti musafir kelana.


Fitnah syahwat dan fitnah wanita

Jenis-jenis syahwat yang dimaksud di sini:

Menyorotkan pandangan kepada perkara-perkara yang haram dilihat.
Ikhtilaat (campur baur lelaki dan perempuan).
Khalwat (berdua-duan dengan wanita bukan mahram).
Al-Aadah Sirriyah (onani atau masturbasi).
Fitnah zina.
Fitnah liwath (homoseksual).
Fitnah wanita dan amraad (anak laki-laki yang belum tumbuh jenggotnya).


Sebab-sebab jatuhnya seorang insan dalam fitnah syahwat:

Lalai mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tidak ghaddhul bashar (menjaga pandangan).
Lemah jiwa.
Panjang angan-angan dan mengikuti keinginan-keinginan batil.
Tidak menjaga lima pintu masuk setan ke dalam hati (lahzhaat, khatharat, lafzhaat, khutwaat dan sam’aat).
Hati dan pikiran yang terbiasa kosong.
Hanyut dalam pergaulan bebas.

Mengikuti langkah-langkah setan.


Cara mengatasinya:

Isti’aanah (memohon pertolongan) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Muraaqabah.
Mengisi waktu dengan hal-hal yang positif dan bermanfaat.
Menjauhi tempat dan sarana yang berpotensi menyeret kita ke dalam fitnah syahwat.
Menangisi kesalahan dan tetap betah di rumah.


PANJANG ANGAN-ANGAN

Cara mengatasinya:

Banyak mengingat kematian dan kehidupan setelah mati dengan sering-sering berziarah kubur, mengurusi jenazah, mengunjungi orang sakit atau menghadiri orang sekarat.
Segera beramal dan menjauhi taswiif (menunda-nunda amal).
Banyak bersyukur, dengan melihat orang-orang yang dibawah kita dan sering-sering menghitung nikmat.

(Sumber Rujukan: Shahih Muslim, Shahih Bukhari, Fathul Baari)

Admin F.I.F